Senin

Liputan Usaha Fotografi - Makin Mudah di Era Digital

Pemotretan dan cuci cetak merupakan dua layanan utama dari bisnis fotografi yang banyak hadir di komunitas Serpong dan sekitarnya ini. Kegiatan mengabadikan momen ditangkap sebagai peluang bisnis oleh para pelaku usaha fotografi. Bisnis fotografi di kawasan ini sendiri masih akan terus berkembang.

Fotografi menjadi bagian dari gaya hidup warga komunitas ini. Fotografi tidak lagi sekedar kegiatan memotret seadanya. Fotografi sudah lebih dianggap sebagai bagian dari seni, yang punya nilai komersil.

Seiring makin mudahnya mendapatkan kamera, terutama kamera digital, bisnis fotografi makin makmur saja. Orang-orang awam yang tadinya tidak akrab dengan fotografi, kini bisa menjadi fotografer, meski tergolong amatiran. Bermodalkan kamera saku digital yang serba otomatis, sekali klik, gambar yang bagus bisa didapat.

Bisnis fotografi sendiri sebenarnya punya turunan usaha yang banyak. Tapi yang paling mudah ditemui adalah usaha jasa pemotretan dan cuci cetak. Usaha jasa pemotretan disediakan untuk berbagai keperluan semisal pernikahan, liputan acara tertentu, atau untuk kepentingan promosi suatu produk.

Sementara itu, setelah sibuk foto-foto, kegiatan produksi dilanjutkan dengan proses cuci cetak. Dan biasanya, usaha fotografi yang agak besar sudah punya mesin cuci cetak sendiri.

Memulai usaha fotografi butuh modal yang agak besar, terutama yang menyediakan layanan cuci cetak. Maklum, harga mesin cuci cetak lumayan mahal. Harganya bisa sampai ratusan juta. Tapi, bagi yang ingin memulai usaha fotografi khusus penyedia jasa pemotretan, modalnya tak perlu besar-besar amat. Cukup punya kamera plus peralatan pendukung lainnya, usaha fotografi sudah bisa dijalankan.

Di komunitas kita, banyak gerai usaha fotografi bermunculan. Kebanyakan dari mereka punya jasa dan layanan yang hampir sama, yakni pemotretan dan cuci cetak.

“Saat ini, di banyak usaha fotografi yang ada di Serpong, layanannya masih menggabungkan antara jasa foto studio dan cuci cetak. Tapi untuk saya sendiri, ke depan saya akan membuat gerai khusus studio foto yanga terpisah dengan layanan cuci cetak,” kata Pimpinan S Photo William Mulia.

Kalau dilihat dari layanan, bisa dipastikan aroma persaingan akan sangat terasa di bisnis ini. Yang paling mudah dilihat adalah persaingan harga atau tarif. Soal kualitas, sepertinya itu selera.

Biarpun ada persaingan, bisnis fotografi di komunitas ini sendiri bisa dibilang akan tetap berjalan. Bahkan, sepertinya masih ada peluang bagi mereka yang ingin terjun di bisnis foto-foto ini. Alasannya, seperti tadi sudah disebutkan, kamera digital sudah makin akrab dengan masyarakat kita. Tak hanya orang dewasa, anak-anak pun banyak yang memiliki kamera digital dan mampu mengoperasikannya dengan baik.

Bisnis dan seni

Bidang usaha fotografi adalah bisnis di antara kepentingan industri dan seni. Keduanya berjibaku di dalam bisnis yang menjual nilai visual ini. Tinggal bagaimana pemilik usaha pandai-pandai memosisikan diri, di mana dia harus berpijak. Antara kepentingan mengeruk keuntungan atau mengagungkan nilai seni dalam fotografi.

Sekarang, dilema usaha fotografi masih saja mengenai berapa biaya dari jasa dan karya foto yang diberikan. Belum ada nilai yang baku dalam penentuan biaya tersebut. Semuanya berjalan dengan mekanisme pasar yang “abu-abu”. Terkadang, malah ada fotografer yang memasang biaya lebih rendah, guna mendapat order foto.

Terang saja, dengan kebiasaan pelaku bisnis fotografi yang seperti ini, biaya pasaran jasa fotografi jadi tidak menentu. Kecendrungan tersebut juga didukung oleh kebanyakan masyarakat yang sensitif dengan harga. Padahal nilai nominal itu terbilang relatif bagi semua orang.

Bila biaya jasa fotografi tidak menentu, lain halnya dengan harga cuci cetak foto. Sebagian besar studio foto memasang harga yang relatif bersaing. Artinya, ada harga pasaran yang memiliki kisaran. Misalnya, untuk cetak foto ukuran 4R, ada yang memasang harga Rp 1.500 per lembarnya, tapi ada juga yang bertarif Rp 1.750. Dengan begitu, pemilik usaha cuci cetak foto, tidak sungkan untuk menentukan harga.

Di komunitas kita, sebagian besar usaha cuci cetak foto, pasti memiliki layanan jasa fotografi seperti, pemotretan pernikahan, liputan, studio, dan lain sebagainya. Artinya, mereka akan memberi layanan satu atap kepada masyarakat yang membutuhkan. Sehingga masyarakat tidak perlu berpindah ke tempat lain ketika membutuhkan jasa fotografi.

Tapi, ada juga yang hanya menyediakan jasa fotografi saja. Masalah cetak fotonya dilakukan di studio cetak lain yang bukan miliknya.

Para fotografer yang murni hanya mengandalkan jasa memotret inilah yang sering memasang biaya “fleksibel”. Malah bisa saja disesuaikan dengan bujet calon kliennya. Kebiasaan ini terutama sering dilakukan mereka yang belum lama terjun ke dalam bisnis fotografi. Alasannya, hanya untuk menambah pengalaman atau sekedar mengisi portofolio mereka.

“Jasa foto pernikahan yang kami berikan bisa dibilang custom. Artinya, kami membantu mewujudkan foto keinginan klien. Untuk tarif jasa, itu fleksibel,” kata Photographer Artz Design Studio, Ignatius Wibowo.

Namun, kebiasaaan di atas tidak diikuti oleh fotografer yang tergolong memiliki jam terbang cukup banyak. Sering kali nama mereka sudah memiliki nilai jual yang tinggi. Apalagi didukung oleh hasil foto yang sering kali membuat calon klien kagum. Dari situlah fotografer biasanya berani memasang biaya foto yang cukup tinggi, kisarannya bisa puluhan juta rupiah.

Adalah hal yang wajar bila fotografer independen dan studio foto mencoba memerebutkan manisnya bisnis fotografi. Tentu sesama mereka mempunyai kode etik tersendiri dalam menjalankan profesi. Sekarang, tinggal bagaimana masyarakat saja, ingin menggunakan jasa siapa, fotografer independen atau studio foto? Keduanya mempunyai kelebihan masing-masing.

Manfaat teknologi

Perkembangan bisnis fotografi tidak terlepas dari teknologi yang mendukungnya. Bila dibandingkan 10 tahun lalu, teknologi fotografi tidak sehebat sekarang. Misalnya saja, bila dulu kita memerlukan film, sekarang ini fotografer tidak lagi menggunakannya karena sudah terganti dengan teknologi digital yang tertanam di kamera.

Selain itu, harga kamera pun tidak semahal dulu. Sekarang, kamera bisa dibeli dengan harga relatif terjangkau. Bahkan bisa pula dibeli dengan cara kredit. Sehingga memudahkan setiap orang dalam memulai usaha fotografinya. Hanya bermodalkan satu kamera, orang sudah bisa memulai bisnis ini.

Apalagi sekarang sudah ada tempat penyewaan kamera dan berbagai pendukung seperti, flash, lensa, lampu studio, dan berbagai pelengkapnya. Kalau dihitung-hitung, bila harus menyewa peralatan, fotografer masih bisa mengantongi keuntungan yang lumayan dalam satu kali proyek pemotretan.

Dunia fotografi bisa dibilang sebagai dunia hobi seperti melukis, musik, atau tari. Keterkaitan antara hobi dan bagaimana mencari penghasilan, memang sering disambungkan. Alhasil, banyak fotografer atau studio foto yang bermula dari hanya sekedar hobi.

Hobi yang kebanyakan hanya mengeluarkan uang, disulap menjadi cara menghasilkan uang oleh fotografer dan pengusaha studio foto.

Kemudian, bila teknologi sudah mendukung dan harga peralatan pun sudah semakin terjangkau, seorang awam pun bisa belajar teknik dan seni memotret di beberapa lembaga kursus yang beberapanya berlokasi di Jakarta.

Dari situ, seorang awam bisa menguasai teknik sekaligus menimba pengalaman dalam dunia fotografi. Memang, menguasai keahlian fotografi sendiri tidak bisa langsung dikuasai hanya dengan mengikuti workshop 1 atau 2 hari saja. Tapi, setidaknya orang awam sudah memiliki cara dan tahu bagaimana menguasai keahlian dalam bidang fotografi. Tinggal mencari tahu bagaimana caranya mengolah sebuah bisnis yang bisa mendulang banyak uang.

Peluang

Sering kali masyarakat sendiri juga awam mengenai bagaimana kualitas foto yang terbilang bagus. Bila sebuah foto sudah terang dan orang-orang di dalamnya terlihat jelas, sudah dibilang bagus. Padahal, bisa saja foto tersebut over eksposur atau malah komposisinya yang kurang pas. Dalam hal ini, mungkin masyarakat hanya menilai fotografi sebatas album kenangan atau liputan yang bila nanti diperlukan, bisa dilihat kembali. Bukan sebuah karya seni yang memunyai nilai estetika tersendiri.

Dalam menyikapi tingginya kompetisi usaha tersebut, fotografer dan studio cetak foto memang harus memutar akal agar dapurnya bisa terus mengepul. Ada yang menawarkan paket-paket menarik dan ada pula yang memberi diskon puluhan persen.

Di samping itu, studio foto atau fotografer sendiri ada yang sangat memerhatikan pelayanan yang diberikan. Selain kualitas, mereka juga ingin kliennya merasa puas dengan proses dan pelayanannya.

Sekarang ini, hal mendasar dari dunia fotografi adalah diterapkannya teknologi digital dalam kamera foto. Seorang fotografer tidak lagi memerlukan film seluloid sehingga fotografi menjadi lebih praktis dan murah.

Dunia fotografi (jasa atau cetak foto), pun semakin dibutuhkan oleh masyarakat. Sehingga bisnis fotografi dan turunannya terus berkembang. Tidak sulit bila kita membutuhkan jasa fotografi atau ingin cetak foto.

Bukan hanya masyarakat umum, pangsa pasar studio cetak foto pun bercabang kepada fotografer-fotografer yang menjadikan hobinya sebagai bisnis. Tentu saja, mereka juga ingin mencetak hasil jepretan berbagai order yang diterimanya.

Alhasil, bisnis fotografi sepertinya masih menjadi bidang bisnis yang cukup menggiurkan. Bayangkan saja, berapa banyak orang yang memiliki kamera digital? Berapa pasangan setiap tahunnya yang menikah? Dan berapa perusahaan yang ingin memotret produknya untuk keperluan periklanan? Semuanya memerlukan jasa fotografer dan layanan studio cetak foto.