Rabu

Masa Remaja yang Penuh Kecemasan

Banyak alasan mengapa masa remaja menjadi sorotan yang tidak lekang waktu. Psikologi sendiri memandang periode ini sebagai periode yang penuh gejolak dengan menamakan period of storm and stress.

Menurut para ahli, setidaknya ada tiga tantangan tipikal yang secara general biasa dihadapi oleh remaja, yakni konflik dengan orangtua, perubahan mood yang cepat, dan perilaku beresiko.

Peran teman sebaya yang mulai ‘menggeser’ peran orangtua sebagai kelompok referensi tidak jarang membuat tegang hubungan remaja dan orangtua. Teman sebaya menjadi ukuran bahkan pedoman dalam remaja bersikap dan berperilaku. Meskipun demikian, teman sebaya memang memiliki peran yang penting bagi remaja, namun pengaruh teman sebaya cenderung pada hal-hal yang berhubungan dengan gaya berpakaian, musik, sosialita, dan sebagainya. Sementara untuk nilai-nilai fundamental, remaja cenderung tetap mengacu pada nilai yang dipegang orangtua termasuk dalam pemilihan teman sebaya.

Benarkah demikian? Agaknya para orangtua harus berbesar hati dan membuka diri agar tidak tertipu oleh model rambut, mode pakaian, musik yang berdebum di kamar remaja, juga gaya bahasa yang tidak jarang membuat telinga terasa penuh. Kedekatanlah yang bisa membuka mata dan hati untuk melihat lebih jernih nilai-nilai yang sebenarnya dipegang remaja.

Mood yang naik turun juga sering terdengar dari celetukan remaja, “Bete niiih..” Ada dua mekanisme di mana mood mempengaruhi memori kita. Pertama, Mood-dependent memory, suatu informasi atau realita yang menimbulkan mood tertentu, atau kedua, Mood congruence effects, kecenderungan untuk menyimpan atau mengingat informasi positif kala mood sedang baik, dan sebaliknya informasi negatif lebih tertangkap atau diingat ketika mood sedang jelek. Bisa dibayangkan bagaimana perubahan mood yang cepat pada remaja terkait dengan kecemasan yang mungkin terbentuk.

Remaja juga mempunyai reputasi berani mengambil resiko paling tinggi dibandingkan periode lainnya. Hal ini pula yang mendorong remaja berpotensi meningkatkan kecemasan karena kenekatannya sering mengiring pada suatu perilaku atau tindakan dengan hasil yang tidak pasti. Keinginan yang besar untuk mencoba banyak hal menjadi salah satu pemicu utama. Perilaku nekat dan hasil yang tidak selalu jelas, membuka peluang besar untuk meningkatnya kecemasan pada remaja.

Intoleransi menjadi kunci penting dalam memahami kecemasan pada remaja. Secara logika bisa dipahami bahwa ketidakmampuan individu dalam menerima ketidakpastian sebagai salah satu kenyataan yang akan dihadapi cukup menggambarkan diri orang tersebut. Hal ini juga menarik untuk kembali melirik teori dan studi tentang diri.

Satu lagi yang perlu dipertimbangkan adalah faktor budaya. Perbedaan budaya memiliki pengaruh pada individu dalam menilai pengalaman emosi. Di masyarakat kolektif, self critical menjadi norma, sementara di masyarakat individual, self enhancement yang berlaku. Hal ini memberikan sedikit petunjuk tentang apa yang menjadi obyek perhatian individu dalam berpikir, bersikap dan bertindak. Apakah memang faktor eksternal yang lebih menentukan kecemasan remaja di masyarakat kolektif seperti Indonesia, di mana individu akan sangat terganggu jika tidak bisa memenuhi aturan main yang berkembang dengan lingkungan terutama teman sebaya? Ataukah justru pencapaian diri sudah mencuri perhatian remaja sebagai dampak dari era keterbukaan dengan kecanggihan teknologi informasi?

Masa remaja memang penuh fenomena. Peran orang tua jelas sangat penting. Terlebih dalam memberi arah tujuan hidup yang benar kepada anak remajanya.