Setiap orang tua tentu ingin anaknya tumbuh dengan cerdas, karenanya beragam permainan yang bersifat kreatif diberikan kepada anaknya. Tetapi sayangnya para orang tua tersebut kurang memahami bahwa kecerdasan yang diharapkan dari anak tidak akan dapat tercapai hanya dengan melakukan permainan kreatif melulu.
Permainan dan alat-alat mainannya memang sangat diperlukan oleh anak, tetapi pertumbuhan seorang anak tidak selalu harus dibekali dengan mainan. Namun bagaimana pun juga, merangsang stimulasi untuk perkembangan fisik dan mental anak, juga perlu mainan sebagai alat bantunya.
Bicara tentang mainan anak, ada sedikit yang mengganjal. Kebanyakan orang tua yang memberikan mainan kepada anaknya, sering tidak tahu fungsi dari mainan tersebut. Dan ini adalah masalah yang mungkin paling sering ditemukan. Orang tua membelikan mainan yang cukup mahal harganya, tanpa mengetahui tujuan dan fungsi otak bagian mana yang distimulasi oleh permainan itu.
Dengan memahami perilaku dan psikologi anak, orang tua akan lebih memahami tentang jenis mainan yang perlu diberikan pada usia tertentu yang akan merangsang pertumbuhan anak. Jangan sampai mainan tersebut membuat bosan atau sebaliknya justru membuat stres anak, karena stimulasi yang diterima oleh anak tidak sesuai dengan usianya.
Ragam mainan
Banyak jenis mainan anak yang beredar di pasaran. Mulai dari mainan biasa, tradisional, edukatif, koleksi, hingga mainan elektronik. Orang tua yang ingin memberikan mainan kepada anaknya pun memiliki banyak pilihan, tergantung uang dan keinginan yang ingin diraih dari mainan yang dibeli.
Karena banyaknya pilihan, orang tua wajib tahu kebutuhan anaknya. Anak, sebaiknya jangan asal diberi mainan. Perhatikan usia dan kemampuan bermainnya. Tidak perlu asal bagus atau mahal, lalu mainan itu dibeli.
Model mainan sendiri, setiap saat selalu berganti. Setiap hari, ada saja mainan baru yang beredar di pasaran. Hal ini bisa terjadi karena, salah satunya adalah efek media. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, di televisi misalnya, banyak film anak-anak terutama film kartun yang diputar. Tontonan ini dianggap sebagai peluang oleh produsen mainan. Para produsen itu dengan sigap langsung meluncurkan tokoh-tokoh kartun ke dalam dunia nyata lewat mainan.
Belum lagi mainan elektronik seperti video game. Meski kebanyakan harga mainan video game itu jutaan, tapi ada celah yang dapat dimasuki anak-anak lewat para pengusaha penyewaan mainan video game. Celah ini sedikit berisiko. Sebab, terkadang lewat rental video game anak-anak yang bermain tidak diawasi oleh orang tuanya atau setidaknya orang dewasa.
Contoh, masih ingat tentang permainan ‘smack down’ yang muncul di salah satu mainan video game beberapa waktu lalu. Permainan ini sempat membuat masyarakat di negeri ini resah karena dampaknya yang begitu buruk. Diawali dari tayangan televisi, smack down kemudian muncul dalam bentuk mainan. Permainan yang berisikan adegan gulat bebas itu ditiru banyak anak. Karena terlalu liar, beberapa anak ada yang mengalami cidera serius karena permainan ini, bahkan ada juga korban yang meninggal dunia.
Dunia mainan sepertinya penuh tanda tanya bagi orang dewasa. Mainan adalah milik anak-anak. Pun begitu, orang tua sebagai pengawas wajib memahami fungsi dan cara kerja mainan yang diberikan kepada anaknya. Jika asal, akibatnya bisa fatal.
Mainan edukatif
Mengupas tentang mainan, yang paling mudah didapat manfaatnya adalah mainan jenis edukatif. Mainan jenis ini, disebut mainan edukatif karena dapat merangsang daya pikir anak. Termasuk di antaranya meningkatkan kemampuan berkonsentrasi dan memecahkan masalah. Tapi ngomong-ngomong, bagaimana membedakan mainan jenis ini dari mainan lainnya?
Sebenarnya mudah saja, pertama, mainan edukatif – kebanyakan diperuntukkan bagi anak balita, yakni mainan yang memang sengaja dibuat untuk merangsang berbagai kemampuan dasar pada anak usia belia. Kemudian, mainan edukatif juga memiliki multifungsi, dari satu mainan bisa didapat berbagai variasi mainan sehingga stimulasi yang didapat anak juga lebih beragam.
Selanjutnya melatih problem solving. Dalam memainkannya anak diminta untuk melakukan pemecahan masalah. Dalam permainan puzzel misalnya, anak diminta untuk menyusun potongan-potongannya menjadi utuh.
Lalu, ada juga manfaat melatih konsep-konsep dasar. Lewat permainan edukatif, anak dilatih untuk mengembangkan kemampuan dasarnya seperti mengenal bentuk, warna, besaran, juga melatih motorik halus.
Mainan edukatif mengajak anak untuk selalu kreatif lewat berbagai variasi mainan yang dilakukan. Bila sejak kecil anak terbiasa untuk menghasilkan karya, lewat permainan rancang bangun misalnya, kelak dia akan lebih berinovasi untuk menciptakan suatu karya, tidak hanya mengekor saja.
Pun demikian, mainan edukatif tak selamanya bermanfaat. Dalam konteks sifat dan kebiasaan anak kadang kala mainan edukatif hanya menjadi mainan yang biasa saja. Mudahnya, jika anak yang tidak kreatif lalu diberi mainan edukatif – tanpa dibimbing orang dewasa, mainan itu jadi tak berguna.
“Mainan edukatif bermanfaat tapi tergantung anaknya. Jika si anak kreatif, mainan edukatif bisa dijadikan pilihan yang tepat. Tapi untuk anak yang pasif, mainan edukatif akan berkurang nilai edukasinya,” kata Elizabeth. SS, Pemilik toko perlengkapan bayi dan mainan Growing Up, yang berlokasi di Ruko Villa Melati Mas Square.
Produk Cina jadi raja
Pangsa pasar produk mainan tidak pernah surut bahkan bertumbuh pesat. Tak heran, jika toko mainan anak terus bertambah jumlahnya dan citra yang ditampilkan juga semakin eksklusif dan wah.
Produk-produk yang dijual variatif dan berteknologi tinggi. Lihat saja, permainan dengan alat serba remote control, robot-robotan atau boneka yang dilengkapi mesin. Pokoknya canggih. Tidak hanya di pusat-pusat perbelanjaan, bahkan pedagang kaki lima ikut menjajakan mainan seperti itu.
Namun, pesatnya perkembangan pangsa mainan anak itu berbanding terbalik dengan kondisi industri mainan anak dalam negeri. Justru di tengah gairah booming mainan anak-anak, industri mainan anak dalam negeri berjalan megap-megap. Tak heran, hampir semua produk mainan anak tersebut adalah import.
Menurut salah seorang pelaku usaha penyedia mainan anak-anak, Bian dari Toko 123 Dunia Anak, hampir 90% mainan yang ada di negeri ini berasal dari Cina. Hal ini terjadi karena minimnya produksi mainan dalam negeri serta harga jual mainan Cina yang lebih murah.
“Mainan Cina lebih murah karena produksinya massal atau dalam jumlah yang sangat banyak, biaya tenaga kerja murah, serta dengan kualitas beragam,” pungkas Bian.
Dari catatan Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia (APMI), Cina mempunyai produktivitas yang sangat tinggi jauh melebihi Indonesia. Padahal kualitas produksi Cina sebelumnya tidak seperti Indonesia. Akan tetapi, ketika Cina kebanjiran order, mereka dapat belajar dengan cepat, sehingga mampu membuat produksi kualitas sama terbaik.
Selain itu,fleksibilitas buruh didukung ketersediaan bahan baku di dalam negeri menjadikan Cina mampu berproduksi sesuai permintaan. Cina, nyaris tidak mengimpor bahan baku kecuali untuk produk berkualitas tinggi.
Di lain pihak, kendati Cina dengan segala kelebihannya membuatnya lebih unggul, namun dari segi kualitas mainan anak produk Indonesia tidak kalah. Semua standar yang ditentukan AS bisa dipenuhi. Hanya saja, dari segi harga tidak bisa bersaing.
Barang sekunder
Bisnis mainan termasuk bisnis sekunder. Artinya, produk-produk yang disediakan bukanlah barang-barang kebutuhan utama. Di jaman yang serba krisis ini, mainan bagi anak bukan lagi menjadi hal yang penting. Masih banyak kebutuhan lain yang harus dibeli oleh para orang tua.
Harga mainan yang ada di pasaran sebenarnya juga cukup bervariasi. Ada yang murah, tapi ada juga yang mahal. Namun tetap saja para orang tua masa kini telah memandang mainan sebagai kebutuhan nomor dua. “Orang tua sekarang makin selektif dalam membelikan mainan untuk anak-anaknya. Mainan yang harganya di atas Rp 100 ribu sangat jarang dibeli orang,” sambung Elizabeth. SS dari Growing Up.
Hal seperti inilah yang dikeluhkan oleh para pengusaha mainan anak, seperti Angela, pemilik Toys House. “Kendala utama bisnis mainan ialah karena bisnis ini menyediakan barang-barang bukan kebutuhan pokok. Biasanya, konsumen akan membeli mainan jika ada uang lebih,” ujar Angela yang telah menggeluti bisnis mainan sejak 5 tahun lalu.
Lain halnya dengan Pemilik toko mainan Bumble Bee yang berada di kawasan Pasar Modern, BSD, Dian Nursanti, ia menuturkan bisnis mainan adalah bisnis musiman. “Awal tahun dan akhir tahun bisnis mainan lumayan ramai. Tapi di pertengahan tahun, atau saat musim masuk sekolah, penjualan sepi,” katanya.
Peluang di komunitas
Bisnis mainan di komunitas ini terbilang cukup menjanjikan. Sebab, dari penulusuran AdInfo, meski perlahan para pengusaha yang menggeluti mainan anak makin banyak. Sejumlah toko yang menyediakan mainan anak semakin mudah dijumpai.
Kendati begitu, dari sebagian pengusaha yang ada ternyata tidak seratus persen menyediakan mainan sebagai barang dagangannya yang utama. Beberapa di antaranya ada yang menggabungkan mainan dengan usaha perlengkapan bayi atau pernak-pernik kado.
Kata ‘sekalian’ menjadi alasan para pengusaha yang mengabungkan mainan dengan beberapa produk lain tadi. Sebab, bisnis utama mereka memang erat kaitannya dengan dunia anak. Jadi kalau memang mainan anak laku dijual bersamaan dengan produk yang lain, kenapa tidak ditampilkan?
Kehadiran toko-toko mainan juga tidak melulu berada di pusat-pusat perbelanjaan. Selain di komplek ruko tertentu, mereka juga hadir di perumahan sekaligus menghiasi tempat tinggal para pemilik usaha.
Jumat
Liputan Usaha Mainan Anak, Teman Bermain Sepanjang Masa - Dipandang Sebelah Mata Karena Bukan Kebutuhan Utama
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comment Form under post in blogger/blogspot