Selasa

Amal Alghozali - Pelopor Pupuk Biologi Agrobost, Beli pabrik bermodal uang SPP anak

Keyakinan bahwa era biologi akan segera menggeser era informasi saat ini membuat Amal Alghozali segera menekuni bidang sarana produksi pertanian ini. Bagaimana kisahnya?

Ditemui di kantornya di kawasan Ruko Golden Boulevard, BSD, sosok Amal terlihat resah. Berbagai kebijakan pertanian yang diterapkan oleh pemerintah dinilai tidak cukup efektif untuk melindungi petani bumi pertiwi. Apalagi media masa baik cetak maupun elektronik saat ini banyak mengulas mengenai langkanya komoditi kedelai di berbagai daerah.

Berasal dari keluarga petani di Madiun, jebolan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta ini tidak pernah menyangka bahwa dirinya juga akan menggantungkan hidupnya pada sektor yang menopang kurang lebih 60 persen masyarakat Indonesia.

“Yang paling susah adalah mengalihkan mental dari pekerja profesi yang tiap bulan terima gaji besar. Menjadi wirausaha yang pengeluarannya pasti, sementara untungnya belum tentu,” ujarnya.

Maklum, profesi terakhir yang disandangnya adalah Kepala Pemberitaan Televisi Pendidikan Indonesia TPI sebelum akhirnya memutuskan menjadi wiraswasta. Keinginannya berbisnis membawanya pada berbagai macam jenis usaha. Mulai importer daging yang akhirnya bangkrut karena tergulung oleh fluktuasi dolar, kemudian distributor kertas Indah Kiat, hingga akhirnya menjadi produsen Agrobost.

Kini, buah kerja kerasnya seakan tinggal menunggu waktu saja. Dengan pabrik seluas 1,8 hektar di kawasan Serpong yang mampu memproduksi 9 juta liter per tahun, berbagai penghargaan nasional telah direngkuh sebagai pengakuan. Amal juga sedang melakukan finalisasi perjanjian kerja sama dari sebuah perusahaan pemasaran ternama asal Tiongkok.

Amal merintis bisnisnya dari nol. Saat awal memulai, kapasitas produksinya hanya 4.000 liter. Dengan berbekal uang Rp 40 juta yang digunakan untuk membeli alat produksi serta memperkerjakan beberapa karyawan. Kemudian, akhirnya dia memutuskan untuk membeli pabrik di kawasan Serpong. Sebelum memiliki pabriknya, dia mengaku seringkali berputar-putar dengan sepeda motor di kawasan rumahnya di Komplek Astek Serpong untuk melihat pabrik impiannya itu. “Saya harus beli pabrik ini, tekad saya dalam hati saat itu,” ingatnya.

Kemudian dia menanyakan pada satpam yang menjaga tempat tersebut. Ternyata pabrik tersebut tidak dijual. Meski demikian, dia tidak patah arang. Berbekal uang yang dimilikinya hanya Rp 3 juta. Itupun sebenarnya uang SPP (sumbangan pokok pendidikan) tiga anaknya yang sedang menuntut ilmu di SD dan SMP Al-Azhar. “Anak saya sudah 3 bulan belum bayar SPP. Mobil saya sudah di Pegadaian. Itu masa-masa terberat dalam hidup saya,” kenangnya.

Dengan uang Rp 3 juta itu, dia membayar satpam yang menjaga pabrik tersebut dan menginstruksikan agar satpam itu mengatakan bahwa dialah pemilik pabrik tersebut. Setelah itu, Amal mengundang berbagai koleganya baik pengusaha maupun politisi dan melakukan presentasi mengenai produknya.

“Saya yakin bahwa ini produk yang bagus. Saya hanya perlu citra yang bagus dengan pabrik ini. Alhamdulillah kini pabrik terbeli, saya pun bisa meningkatkan kapasitas produksinya hingga 2-3 kali lipat bila memang ada permintaan,” katanya saat menunjukkan lokasi pabrik kepada AdInfo.

36 drum dengan volume 2.000 liter berwarna oranye berjejer rapi dengan formasi enam kali enam. Lokasi drum tersebut ditempatkan di luar dan terkena sinar matahari langsung untuk membantu proses fermentasi. Di sebelah kanannya, terdapat dua gedung masing-masing berukuran sekitar delapan meter kali 30 meter untuk melakukan proses packaging.

“Laboratoriumnya masih outsourcing di IPB. Kelak saya akan bangun laboratorium itu di sini. Estimasi saya, dana yang dibutuhkan untuk itu mencapai Rp 100 miliar,” hitungnya.

Di lokasi pabrik seluas 1,8 hektar itu, Amal juga mengalokasikan lahan untuk menguji coba produknya pada beberapa tanaman. Yang sempat diperlihatkan kemarin adalah markisa, kangkung darat, kemudian pepaya.

Riset terhadap pupuk biologi Agrobost sebenarnya dilakukan dengan mengembangkan hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Doktor Lukman Gunarto APU, peneliti IRRI (International Rice Research Institute) yang berpusat di Filipina. Sejak 1986, berbagai uji potensi mikroba unggul telah dilakukan. Kemudian pada 1996 telah terpilih mikroba unggul yang dikemas dalam teknologi Agricultural Growth Promoting Inoculant (AGPI). Pada 1997, uji lapangan dilakukan di sentra pertanian Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Selanjutnya pada 1998 dilakukan uji praktis dan evaluasi oleh petani. Pada tahun ini juga produksi dilakukan oleh perusahaan yang dibentuk oleh Amal dengan nama PT SMS Indoputra dan memulai pemasaran dengan mengusung brand Agrobost.

Gagah bisa memiliki pabrik, apakah berarti problem Amal selesai? “Masalah produksi itu gampang. Yang susah adalah memasarkan,” ungkapnya menegaskan.

Namun susah bukan berarti membuat mantan Pemimpin Umum Majalah Sufi ini menyerah. Bermodalkan moto Yakin, Syukur dan Ikhlas, Amal memiliki kiat untuk meyakinkan audiensnya. “Ternyata bicara dengan petani maupun politisi itu sama. Harus langsung pada pokok masalah, tidak boleh terlalu lama berteori,” paparnya.

Amal mencontohkan saat berbicara dengan petani, dia hanya memaparkan data-data hasil percobaan yang dilakukannya. “Jadi singkat saja. Biaya turun, hasilnya naik. Habis perkara,” sebutnya.

Amal menambahkan bahwa petani lebih memerlukan bukti daripada janji yang muluk-muluk. Dia juga tidak ingin memaksa petani untuk menggunakan produknya. “Kalau berhasil, petani juga tidak lantas mengakui produk saya. Seperti di Jember itu. Binaannya Kyai Lutfi. Mereka malah bilang, bahwa produktifitas mereka memang naik, tapi itu belum tentu gara-gara Agrobost. Yang jelas, gara-gara doanya Kyai Lutfi,” imbuhnya.

Hal yang sama juga dilakukan saat memberikan presentasi pada anggota DPR maupun DPRD di daerah. “Saya sempat dicuekin juga. Tapi lalu saya katakan, jangan berharap dipilih lagi, kalau tidak segera melakukan hal-hal untuk membenahi masalah pertanian kita. Akhirnya mereka baru menganggap saya serius,” tegasnya.