Kamis

Bumbu Desa - Mencicipi Menu Sunda Pedalaman

Semaaah…(teriak seorang pramusaji yang bertugas menerima tamu)
Wileujeng sumpiiing...(dijawab serempak oleh beberapa pramusaji lainnya)
Tamuuu…
Selamat dataang….

Greeting atau salam itulah yang terdengar setiap menginjakkan kaki di rumah makan ini. Bumbu Desa menawarkan sajian khas masakan Sunda dengan nuansa ranah Parahyangan di tengah kota.


Konsep resto dan menu yang disajikan terlihat sangat matang. Mulai tampilan gedung dan kapasitas sampai desain interiornya yang khas Sunda. Bumbu Desa dibuat dengan pelayanan dan penyajian ala kedai atau Warteg, tapi dikelola dengan profesional, modern, teaterikal, entertaining, cepat, dan experiencing.

Menurut Restaurant Manager Bumbu Desa BSD, Yudwi Harto, konsep tersebut diterapkan di seluruh outlet Bumbu Desa. “Awal didirikan untuk mengapresiasikan para ibu-ibu di Jawa Barat, khsususnya daerah Garut, yang masih memasak dengan cara tradisional.

Konsep yang ada adalah memadukan 2 generasi, modern dan klasik. Ini bisa dilihat dari desain tempatnya yang terbilang mewah, tapi masih ada sisi klasiknya,” jelasnya.

Selain ucap salam yang khas tadi, Bumbu Desa yang pertama kali berdiri di Jalan Laswi No 1, Bandung ini, memiliki interior desain yang sangat menarik. Lihat saja foto-foto hitam putih yang dijajarkan memanjang di setiap dindingnya. Di situ, terpampang beberapa aktivitas yang biasa dilakukan orang-orang desa.

Sebut saja orang yang sedang mencangkul sawah, menangkap ikan, membuat gula Jawa, menggoreng tahu Sumedang, atau menangkap ikan. Begitu juga dengan masih digunakannya lampu petromak.

Furniturnya dipilih yang memiliki sentuhan modern, tapi masih mencirikan karakter tradisional. Seperti tempat duduk yang memiliki sandaran tinggi dan dibuat dari rajutan rotan berwarna coklat tua.

Belum lagi kalau melihat pramu sajinya. Wah, unik sekali. Wanitanya memakai kain batik khas Jawa Barat dengan tutup kepala kain, sedangkan yang laki-laki mengenakan pakaian “unyil”. Lengkap dengan kopiah di kepala dan sarung yang diikatkan di badan.
Terutama laki-laki, ada lagi seragam yang biasa digunakan, yaitu atasan hitam dengan celana panjang bermotif lurik. “Pakaian itulah ciri khas kami. Ada lagi hal lain yaitu, salam hangat di dada yang menandakan layanan tulus dari kami,” ujar Yudwi lagi.

Kedai Modern

Sejak didirikan 4 tahun lalu di Bandung, Bumbu Desa terbilang tumbuh dengan pesat. Selain di BSD, restoran yang menyajikan menu bercita rasa asli Sunda pedalaman ini telah memiliki beberapa cabang di Jakarta dan luar kota, seperti Surabaya, Bogor, dan Cirebon.

Yudwi menambahkan, setiap cabang dibuat dengan kapasitas tempat duduk yang cukup banyak dan gedung yang cukup mewah. Hal itu sengaja diterapkan agar kesan kedai modern lekat di Bumbu Desa. Bumbu Desa BSD sendiri menyediakan kursi makan untuk 315 orang

Setiap orang yang hendak bersantap di restoran ini, pertama kali yang harus dilakukan adalah memilih tempat makan. Kemudian, mereka baru bisa memilih menu yang diinginkan.

Menu-menu tersebut disajikan di atas coet/cobek (wadah yang terbuat dari batu kali berbentuk bulat) berukuran besar dan penggorengan dengan alas daun pisang. “Buat menu sayur atau tumis yang berkuah, biasanya ditempatkan di penggorengan. Sedang menu seperti ayam atau udang, ditaruh di cobek,” kata Yudwi.

Nasi pun tersedia dalam berbagai pilihan. Ada nasi putih biasa, nasi liwet, dan nasi merah. Buat mereka yang memesan lebih dari 5 porsi, biasanya nasi akan disajikan menggunakan boboko (bakul nasi). Sedangkan yang hanya memesan 1 – 2 porsi, nasi akan disajikan di atas daun pisang.

Bukan restoran Sunda namanya kalau tidak ada lalapan dan sambal. Di tempat makan ini, tersedia Salad Bar dengan aneka lalapan (daun selada, terong, timun) dan berbagai sambal, seperti sambal dadag (terasi), sambal goreng, sambal oncom (sambal dicampur oncom bakar), dan sambal hijau.

Penyajian lalapan dan sambal atau yang disebut dengan menu komplimen ini pun sangat khas. Lalapan ditempatkan di pipiti (besek bambu). Sedangkan sambal bisa diambil dengan cobek kecil persegi panjang yang bisa ditempatkan dua macam sambal.

Selesai memilih menu dan lalapan, tinggal tunggu di meja yang sudah dipesan sebelumnya. Tidak berapa lama, pesanan menu pun akan datang. Pembayaran dilakukan belakangan setelah selesai makan.

Menu Khas Sunda

Berbagai menu disajikan. Pilihannya beragam dari ayam, ikan, udang, paru, babat, tahu, tempe, sampai buntil. Sayuran dan menu tumis pun tersedia macamnya, mulai sayur kangkung, tumis genjer, terong bumbu pedas, sayur asem, karedok, sampai menu pipiti (siput) yang dimasak dengan kuah kuning.

Tapi, menu yang patut dicoba adalah Ikan Gurame Goreng, Ayam Sambal Ijo, Ayam Bumbu Desa, Udang Goreng, dan Sayur Asem.

Selain ukurannya yang cukup besar, menu Ikan Gurame Goreng yang dimasak kering ini, rasanya garing dan dagingnya berasa gurih. Menu ini disajikan dengan sambal tersendiri. Satu porsinya sudah termasuk sambal goreng yang rasanya ada campuran kencur dan daun kemangi. Sangat khas sekali.

Sedangkan Ayam Sambal Ijo, menu ini sangat menggugah selera dengan baluran cabe ijo. Rasanya sedikit asin bercampur dengan pedasnya cabe ijo. Bila menyantap menu ini, sepertinya tidak perlu lagi dicampur dengan sambal komplimen tadi.

Kemudian menu Ayam Bumbu Desa, bisa dibilang merupakan maskot menu dari restoran ini. Rasanya seperti ayam goreng biasa, tapi dominan berasa manis. Pas sekali bila dimakan dengan sambal goreng.

Jangan ketinggalan untuk mencoba menu udang goreng atau bakarnya yang terdiri dari 4 ekor satu tusuknya. Di samping udangnya yang besar-besar, dagingnya yang putih pun berasa sangat gurih dan garing.

Terakhir, bisa dipesan menu yang jarang tersedia di restoran lain, yaitu sajian pipiti/siput dengan kuah berwarna kuning yang berasa gurih. Cara memakan siput rebus ini unik dengan disedot agar daging yang berada di dalam cangkang bisa keluar. Atau bisa juga dengan menggunakan tusuk gigi.

Meskipun belum lama dibuka, Bumbu Desa BSD ternyata sudah memiliki banyak pengunjung. Apalagi ketika akhir pekan, banyak orang yang harus masuk waiting list. Bahkan, untuk pemesanan tempat pun harus dibatasi. Menurut Yudwi, di akhir pekan pengunjung yang datang ke Bumbu Desa BSD bisa mencapai 2 ribu orang. “Untuk akhir pekan, dengan berat hati kami harus menolak pemesanan tempat lewat telepon. Itu kami lakukan karena ingin memberi pelayanan terbaik kepada setiap tamu,” tegas Yudwi menjelaskan. Jika ingin mendapat tempat, Yudwi menyarakan agar tamu datang lebih awal.

Semah mulih…
Hatur nuhun…
Tamu pulang…
Terima kasih…