Di halaman sekolah sudah nampak banyak murid yang usianya bervariasi, dan postur tubuhnya berbeda-beda besarnya. Sebagian sudah memiliki kelompok sendiri dan ngobrol dengan teman-temannya tentang liburan sekolah mereka.
Nampak juga anak-anak yang terlihat diam dan memperhatikan sekelilingnya. Mereka adalah murid-murid baru kelas 1 SD yang baru pertama kali datang ke sekolah tersebut. Sebagian dari mereka mengamati anak-anak yang lain dan terlihat ingin berkenalan. Sebagian lainnya tampak malu-malu dan menempel pada orangtuanya sebelum bel sekolah berbunyi. Yang lainnya sudah menangis meraung-raung dan ingin pulang bersama orangtuanya atau tidak mengijinkan orangtuanya meninggalkan mereka.
Anak Anda adalah salah satu dari mereka yang menangis. Orangtua yang lain memarahi anaknya dan meminta agar mereka belajar berani dan mandiri dalam menghadapi hari pertama tersebut. Yang lain mencoba menenangkan dan meminta anaknya agar berhenti menangis. Yang lain lagi berjanji untuk tidak meninggalkan anaknya khusus untuk hari pertama tersebut. Sikap mana yang Anda pilih?
Memasuki sekolah dasar pada umumnya menjadi satu ketakutan tersendiri bagi setiap anak. Ketakutan atau kecemasan ini merupakan reaksi terhadap perubahan yang mereka harus alami. Perubahan ini antara lain dalam bertambahnya jumlah dan kerumitan pelajaran yang harus mereka pahami.
Banyaknya pelajaran ini mengharuskan anak menghabiskan berjam-jam, di mana sebelumnya ketika mereka masih di TK, hanya diisi dengan bermain dan beraktivitas. Selain itu mereka juga dituntut untuk belajar serius dan memperoleh nilai yang baik. Tentunya ada semacam ketidaksiapan bagi anak dalam menghadapi perubahan besar ini.
Pengalaman menyeramkan ini mungkin tidak disadari oleh orangtua karena menganggap bahwa masuk SD adalah proses biasa yang dialami setiap orang. Namun masa transisi ini sesungguhnya merupakan momen penting di mana peran orangtua dampaknya besar sekali. Anak perlu mengetahui dan merasa aman dan nyaman terhadap suasana baru, teman-teman baru, guru baru, dan pelajaran-pelajaran baru.
Sama seperti ketika kita memulai hari pertama kuliah, hari pertama kerja, hari pertama datang ke rumah pacar, atau pengalaman wawancara kerja pertama. Perasaan bingung, takut, cemas, grogi, semangat dan yang lainnya bercampur baur menjadi satu. Belum lagi perasaan takut, malu, dan rasa bersalah jika kita melakukan kesalahan dalam situasi tersebut.
Perasaan-perasaan demikianlah yang juga dirasakan anak, hanya berkali-kali lipat lebih besar, karena ia merasa begitu kecil di dunia ini. Anak membutuhkan rasa aman, rasa dimengerti, dan dukungan agar mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi hal tersebut. Oleh karena itu sebagai orangtua kita tidak boleh mengecilkan pengalaman tersebut dengan mengatakan "gitu aja masa nggak berani" atau "ga usah takut. Nanti kamu kan dapat teman baru dan guru baru. Pasti menyenangkan deh".
Sebaliknya, agar anak merasa dimengerti, kita harus mendukung perasaannya dengan kalimat seperti ini "kamu takut ya. Tidak apa-apa kalo kamu merasa takut, karena ini adalah hal yang baru bagi kamu" atau "memang menyeramkan ya menghadapi sesuatu yang kita tidak tahu atau belum pernah hadapi sebelumnya".
Hal paling efektif yang dapat dilakukan untuk menolong anak mengatasi ketakutannya adalah bahwa kita sebagai orangtua menjadi tempat yang aman baginya untuk menceritakan seluruh pengalaman dan ketakutannya. Dengan demikian, apapun yang dialaminya -ketakutan, kegagalan, kekecewaan, kesedihan, dan yang lainnya- dapat dihadapinya dengan lebih percaya diri dan mandiri. (disarikan dari www.my-lifespring.com)
Sabtu
Mempersiapkan Anak Masuk Sekolah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comment Form under post in blogger/blogspot